Segores Info - Mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Deddy Kusdinar, Selasa (18/2/2014), akan mengahadapi sidang pembacaan tuntutan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang, Jawa Barat.
"Ya, hari ini pembacaan tuntutan," tulis pengacara Deddy, Rudi Alfonso melalui pesan singkat, Selasa pagi. Deddy sebelumnya didakwa memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi dalam dugaan korupsi di proyek Hambalang.
Dalam dakwaan, Deddy disebut telah diminta oleh Sekretaris Kemenpora saat itu, Wafid Muharam, untuk mempersiapkan bahan usulan pengajuan penambahan anggaran ke DPR. Bahan tersebut akan disampaikan dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR, termasuk di dalamnya memuat pengajuan tambahan anggaran untuk proyek Hambalang.
Pembahasan proyek Hambalang pun terus berlanjut. Anggaran rencana pembangunan proyek Hambalang yang semula hanya Rp 125 miliar berubah menjadi Rp 2,5 triliun. Pendanaan yang semula hanya dialokasikan dalam satu tahun anggaran, berubah pula menjadi tahun jamak alias multiyears.Lalu, pada medio Februari hingga Maret 2010, Deddy selalu pejabat pembuat komitmen (PPK) untuk proyek Hambalang didakwa telah mengarahkan Wisler Manalu, Dedi Rosadi, Bambang Siswanto, Sriyono, Bastaman Harahap, dan Jaelani, yang semuanya adalah panitia pengadaan proyek Hambalang, untuk memenangkan peserta tender tertentu.
Kemudian, saat mengurus izin mendirikan bangunan (IMB), Deddy didakwa menerima Rp 1 miliar dari Project Manager KSO Adhi-Wika, Purwadi Hendro Pratomo, melalui Muhammad Arifin. Dia pun didakwa mengarahkan PT Yodya Karda sebagai pemenang lelang jasa konsultan perencana dan PT Ciriajasa Cipta Mandiri sebagai pemenang lelang jasa konsultan manajemen konstruksi.
Untuk arahan pemenang kedua lelang itu, Deddy didakwa meminta uang Rp 10 juta kepada Malemteta Ginting dari PT Ciriajasa Cipta Mandiri. Dalam dakwaannya, Deddy disebut pula mengusulkan agar KSO Adhi-Wika menjadi pemenang lelang pekerjaan fisik proyek Hambalang.
Menurut Jaksa, Deddy telah memperkaya diri sendiri sebesar Rp 1,4 miliar. Rinciannya yaitu Rp 1 miliar dari Divisi Konstruksi I PT Adhi Karya, Rp 250 juta dari PT Global Daya Manunggal, Rp 100 juta dari Lisa Lukitawati yang digunakan untuk membayar utang kepada Sunarto, Rp 40 juta dari Lisa yang ditransfer ke rekening BCA, dan Rp 10 juta dari PT Ciriajasa Cipta Mandiri.
Deddy dijerat dakwaan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Ia diancam dengan hukuman pidana 20 tahun penjara. Perbuatannya dinilai telah merugikan keuangan negara Rp 463,668 miliar.
Selain Deddy, KPK juga menetapkan tiga tersangka untuk kasus ini, yaitu mantan Menpora Andi Alfian Mallarangeng, petinggi PT Adhi Karya Teuku Bagus Mokhamad Noor, dan Direktur Utama PT Dutasari Citralaras, Machfud Suroso. KPK menetapkan pula mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum sebagai tersangka terkait proyek ini, untuk dugaan menerima pemberian hadiah atau janji.
"Ya, hari ini pembacaan tuntutan," tulis pengacara Deddy, Rudi Alfonso melalui pesan singkat, Selasa pagi. Deddy sebelumnya didakwa memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi dalam dugaan korupsi di proyek Hambalang.
Dalam dakwaan, Deddy disebut telah diminta oleh Sekretaris Kemenpora saat itu, Wafid Muharam, untuk mempersiapkan bahan usulan pengajuan penambahan anggaran ke DPR. Bahan tersebut akan disampaikan dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR, termasuk di dalamnya memuat pengajuan tambahan anggaran untuk proyek Hambalang.
Pembahasan proyek Hambalang pun terus berlanjut. Anggaran rencana pembangunan proyek Hambalang yang semula hanya Rp 125 miliar berubah menjadi Rp 2,5 triliun. Pendanaan yang semula hanya dialokasikan dalam satu tahun anggaran, berubah pula menjadi tahun jamak alias multiyears.Lalu, pada medio Februari hingga Maret 2010, Deddy selalu pejabat pembuat komitmen (PPK) untuk proyek Hambalang didakwa telah mengarahkan Wisler Manalu, Dedi Rosadi, Bambang Siswanto, Sriyono, Bastaman Harahap, dan Jaelani, yang semuanya adalah panitia pengadaan proyek Hambalang, untuk memenangkan peserta tender tertentu.
Kemudian, saat mengurus izin mendirikan bangunan (IMB), Deddy didakwa menerima Rp 1 miliar dari Project Manager KSO Adhi-Wika, Purwadi Hendro Pratomo, melalui Muhammad Arifin. Dia pun didakwa mengarahkan PT Yodya Karda sebagai pemenang lelang jasa konsultan perencana dan PT Ciriajasa Cipta Mandiri sebagai pemenang lelang jasa konsultan manajemen konstruksi.
Untuk arahan pemenang kedua lelang itu, Deddy didakwa meminta uang Rp 10 juta kepada Malemteta Ginting dari PT Ciriajasa Cipta Mandiri. Dalam dakwaannya, Deddy disebut pula mengusulkan agar KSO Adhi-Wika menjadi pemenang lelang pekerjaan fisik proyek Hambalang.
Menurut Jaksa, Deddy telah memperkaya diri sendiri sebesar Rp 1,4 miliar. Rinciannya yaitu Rp 1 miliar dari Divisi Konstruksi I PT Adhi Karya, Rp 250 juta dari PT Global Daya Manunggal, Rp 100 juta dari Lisa Lukitawati yang digunakan untuk membayar utang kepada Sunarto, Rp 40 juta dari Lisa yang ditransfer ke rekening BCA, dan Rp 10 juta dari PT Ciriajasa Cipta Mandiri.
Deddy dijerat dakwaan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Ia diancam dengan hukuman pidana 20 tahun penjara. Perbuatannya dinilai telah merugikan keuangan negara Rp 463,668 miliar.
Selain Deddy, KPK juga menetapkan tiga tersangka untuk kasus ini, yaitu mantan Menpora Andi Alfian Mallarangeng, petinggi PT Adhi Karya Teuku Bagus Mokhamad Noor, dan Direktur Utama PT Dutasari Citralaras, Machfud Suroso. KPK menetapkan pula mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum sebagai tersangka terkait proyek ini, untuk dugaan menerima pemberian hadiah atau janji.
Sumber : JAKARTA, KOMPAS.com
0 komentar:
Posting Komentar