“Pernikahan Dalam Islam”
1. Definisi Pernikahan
Pernikahan
adalah terjemahan yang diambil dari bahasa Arab yaitu nakaha dan zawaja. Kedua
kata inilah yang menjadi istilah pokok yang digunakan al-Qur’an untuk menunjuk
perkawinan (pernikahan). Istilah atau kata zawaja berarti ‘pasangan’, dan
istilah nakaha berarti ‘berhimpun’. Dengan demikian, dari sisi bahasa perkawinan
berarti berkumpulnya dua insan yang semula terpisah dan berdiri sendiri,
menjadi satu kesatuan yang utuh dan bermitra.
Nikah
menurut syara’ adalah akad serah terima antara laki-laki dan perempuan dengan
tujuan untuk saling memuaskan satu sama lainnya serta membentuk sebuah rumah
tangga yang sakinah.
Adapun beberapa dasar hukum tentang pernikahan adalah
sebagai berikut:
- Al-Qur’an
“ Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berfikir.” (Q.S. Ar-Ruum (30):21).
- As-Sunnah
Dari Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa Sallam bersabda:
” Tiga kelompok yang berhak mendapat pertolongan
Allah. Mujahid di jalan Allah, budak yang ingin merdeka, orang yang menikah
yang ingin menjaga kesucian (dari zina)” (HR at-Turmudzi)
2. Hukum Pernikahan
Hukum
menikah dalam pandangan syariah. Para ulama ketika membahas hukum pernikahan,
menemukan bahwa ternyata menikah itu terkadang bisa mejadi sunnah, terkadang
bisa menjadi wajib atau terkadang juga bisa menjadi sekedar mubah saja. Bahkan
dalam kondisi tertentu bisa menjadi makruh. Dan ada juga hukum pernikahan yang
haram untuk dilakukan.
Semua
akan sangat tergantung dari kondisi dan situasi seseorang dan permasalahannya.
Apa dan bagaimana hal itu bisa terjadi, mari kita bedah satu persatu.
Pernikahan Yang Wajib Hukumnya
Menikah
itu wajib hukumnya bagi seorang yang sudah mampu secara finansial dan juga
sangat beresiko jatuh ke dalam perzinaan. Hal itu disebabkan bahwa menjaga diri
dari zina adalah wajib. Maka bila jalan keluarnya hanyalah dengan cara menikah,
tentu saja menikah bagi seseorang yang hampir jatuh ke dalam jurang zina wajib
hukumnya.
Imam
Al-Qurtubi berkata bahwa para ulama tidak berbeda pendapat tentang wajibnya
seorang untuk menikah bila dia adalah orang yang mampu dan takut tertimpa
resiko zina pada dirinya. Dan bila dia tidak mampu, maka Allah SWT pasti akan
membuatnya cukup dalam masalah rezekinya, sebagaimana firman-Nya :
“Dan Yang menciptakan semua yang berpasang-pasangan
dan menjadikan untukmu kapal dan binatang ternak yang kamu tunggangi.” (QS.An-Nur : 33)
Pernikahan Yang Sunnah Hukumnya
Sedangkan
yang tidak sampai diwajibkan untuk menikah adalah mereka yang sudah mampu namun
masih tidak merasa takut jatuh kepada zina. Barangkali karena memang usianya
yang masih muda atau pun lingkungannya yang cukup baik dan kondusif.
Orang
yang punya kondisi seperti ini hanyalah disunnahkan untuk menikah, namun tidak
sampai wajib. Sebab masih ada jarak tertentu yang menghalanginya untuk bisa
jatuh ke dalam zina yang diharamkan Allah SWT.
Bila
dia menikah, tentu dia akan mendapatkan keutamaan yang lebih dibandingkan
dengan dia diam tidak menikahi wanita. Paling tidak, dia telah melaksanakan
anjuran Rasulullah SAW untuk memperbanyak jumlah kuantitas umat Islam.
Dari Abi Umamah bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Menikahlah, karena aku berlomba dengan umat lain
dalam jumlah umat. Dan janganlah kalian menjadi seperti para rahib nasrani.
(HR. Al-Baihaqi 7/78)
Bahkan
Ibnu Abbas ra pernah berkomentar tentang orang yang tidak mau menikah sebab
orang yang tidak sempurna ibadahnya.
Pernikahan Yang Haram Hukumnya
Secara
normal, ada dua hal utama yang membuat seseorang menjadi haram untuk menikah.
Pertama, tidak mampu memberi nafkah. Kedua, tidak mampu melakukan hubungan
seksual. Kecuali bila dia telah berterus terang sebelumnya dan calon istrinya
itu mengetahui dan menerima keadaannya.
Selain
itu juga bila dalam dirinya ada cacat pisik lainnya yang secara umum tidak akan
diterima oleh pasangannya. Maka untuk bisa menjadi halal dan dibolehkan
menikah, haruslah sejak awal dia berterus terang atas kondisinya itu dan harus
ada persetujuan dari calon pasangannya.
Seperti
orang yang terkena penyakit menular yang bila dia menikah dengan seseorang akan
beresiko menulari pasangannya itu dengan penyakit. Maka hukumnya haram baginya
untuk menikah kecuali pasangannya itu tahu kondisinya dan siap menerima
resikonya.
Selain dua hal di atas, masih ada lagi sebab-sebab
tertentu yang mengharamkan untuk menikah. Misalnya wanita muslimah yang menikah
dengan laki-laki yang berlainan agama atau atheis. Juga menikahi wanita pezina
dan pelacur. Termasuk menikahi wanita yang haram dinikahi (mahram), wanita yang
punya suami, wanita yang berada dalam masa iddah.
Ada juga pernikahan yang haram dari sisi lain lagi
seperti pernikahan yang tidak memenuhi syarat dan rukun. Seperti menikah tanpa
wali atau tanpa saksi. Atau menikah dengan niat untuk mentalak, sehingga
menjadi nikah untuk sementara waktu yang kita kenal dengan nikah kontrak.
Pernikahan Yang Makruh Hukumnya
Orang
yang tidak punya penghasilan sama sekali dan tidak sempurna kemampuan untuk
berhubungan seksual, hukumnya makruh bila menikah. Namun bila calon istrinya
rela dan punya harta yang bisa mencukupi hidup mereka, maka masih dibolehkan
bagi mereka untuk menikah meski dengan karahiyah.
Sebab
idealnya bukan wanita yang menanggung beban dan nafkah suami, melainkan menjadi
tanggung jawab pihak suami.
Maka
pernikahan itu makruh hukumnya sebab berdampak dharar bagi pihak wanita.
Apalagi bila kondisi demikian berpengaruh kepada ketaatan dan ketundukan istri
kepada suami, maka tingkat kemakruhannya menjadi jauh lebih besar.
Orang
yang berada pada posisi tengah-tengah antara hal-hal yang mendorong
keharusannya untuk menikah dengan hal-hal yang mencegahnya untuk menikah, maka
bagi hukum menikah itu menjadi mubah atau boleh. Tidak dianjurkan untuk segera
menikah namun juga tidak ada larangan atau anjuran untuk mengakhirkannya.
3. Rukun Pernikahan
Rukun
dalam pernikahan yaitu:
- Ijab
yaitu
ucapan penyerahan calon mempelai wanita dari walinya atau wakilnya kepada calon
mempelai pria untuk dinikahi. Misalnya: “Saya nikahkan kamu dengan Fulanah”.
- Qabul
yaitu
ucapan penerimaan pernikahan dari calon mempelai pria / walinya.
- Calon mempelai pria dan wanita
Calon
pengantin harus terbebas dari penghalang-penghalang sahnya nikah, misalnya:
wanita tersebut bukan termasuk orang yang diharamkan untuk dinikahi (mahram)
baik karena senasab, sepersusuan atau karena sedang dalam masa ‘iddah, atau
sebab lain. Juga tidak boleh jika calon mempelai laki-lakinya kafir sedangkan
mempelai wanita seorang muslimah. Dan sebab-sebab lain dari
penghalang-penghalang syar’i.
- Wali dari calon mempelai wanita
Wali
bagi wanita adalah: bapaknya, kemudian yang diserahi tugas oleh bapaknya,
kemudian ayah dari bapak terus ke atas, kemudian anaknya yang laki-laki
kemudian cucu laki-laki dari anak laki-lakinya terus ke bawah, lalu saudara
laki-laki sekandung, kemudian saudara laki-laki sebapak, kemudian keponakan
laki-laki dari saudara laki-laki sekandung kemudian sebapak, lalu pamannya yang
sekandung dengan bapaknya, kemudian pamannya yang sebapak dengan bapaknya,
kemudian anaknya paman, lalu kerabat-kerabat yang dekat keturunan nasabnya
seperti ahli waris, kemudian orang yang memerdekakannya (jika dulu ia seorang
budak), kemudian baru hakim sebagai walinya
Berdasarkan
sabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam:
“Tidak sah pernikahan kecuali dengan adanya wali” (HR.
Imam).
Apabila seorang wanita menikahkan dirinya sendiri
tanpa wali maka nikahnya tidak sah. Di antara hikmahnya, karena hal itu
merupakan penyebab terjadinya perzinahan dan wanita biasanya dangkal dalam
berfikir untuk memilih sesuatu yang paling maslahat bagi dirinya. Sebagaimana
firman Allah dalam Al-Qur’an tentang masalah pernikahan, ditujukan kepada para
wali:
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara
kamu” (QS. An-Nuur: 32)
“Maka janganlah kamu(para wali) menghalangi mereka”
(QS. Al-Baqoroh: 232)
Dua orang saksi (laki-laki)
Sebagaimana hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Jabir:
“Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang wali dan dua
orang saksi yang adil (baik agamanya).” (HR. Al-Baihaqi dari Imran dan dari
Aisyah)
4. Sunnah Pernikahan
- Do’a dan ucapan selamat untuk
pengantin
Disunnahkan bagi setiap muslim untuk memberikanucapan
selamat dan do’a kepada pengantin. Sebagaimana hadistRasulullah SAW. dari Abu
Hurairah r.a. ia berkata “Jika Nabi,SAW. memberikan ucapan selamat kepada
mempelai, beliauSAW. mengucapkan:
“Barakallahu laka wabaaraka ‘alaika wajama’a baynakuma
fii khair”.
“Semoga Allah mencurahkan kepadamu dan istrimu. Semoga
Allah menyatukan kamu berdua dalam segala kebaikan.” (HR. Bukhari, Muslim).
- Mengucapkan Salam ketika hendak masuk
ke tempat isteri dengan mendahulukan kaki kanan
Rasulullah SAW. bersabda kepada shahabat Anas binMalik
r.a.
“Wahai anakku, jika engkau masuk ke
tempat isterimu, hendaknya engkau mengucapkan salam kepadanya,agar
menjadikan keberkahan bagimu dan bagi penghunirumahmu.” (H.R. At-Tirmidzi).
- Do’a ketika mengusap dan meletakkan
tangan pada ubun-ubun isteri
Disunnahkan pula untuk mengusap dan meletakkan
tanganpada ubun-ubun isteri seraya membaca basmallah dankemudian berdo’a
memohon keberkahan:
“Allahumma inni astaluka wakhairiha jabaltaha ‘alaihi
wa a’udzubika min syarrihha wamin syarrimma jabaltaha ‘alaihi”.
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu
kebaikandan kebaikan yang telah Engkau ciptakan padanya dan akuberlindung
kepada-Mu dari kejahatan dan kejahatan yang Engkau ciptakan padanya”.
- Shalat sunnah setelah akad nikah
- Tinggal seminggu di rumah mempelai
wanita
5. Tujuan Pernikahan
Tujuan dari pernikahan:
- Ittiba’(mengikuti) Sunnah Rasul
- Melaksanakan ibadah
- Untuk preventif terhadap zina
- Melestarikan keturunan suci
(kesinambungan eksistensi manusia)
- Membangun sifat kasih sayang sejati
- Mewujudkan sifat ta’awun (tanggung
jawab/tolong-menolong)
- Memperkokoh silaturahmi baik internal
keluarga maupun eksternal masyarakat.
6. Hak & Kewajiban Suami kepada Istri
- Suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah
suatu ujian dalam menjalankan agama. (At-aubah: 24)
- Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam
mentaati Allah dan Rasul-Nya. (At-Taghabun: 14)
- Hendaknya senantiasa berdo’a kepada Allah meminta
istri yang sholehah. (AI-Furqan: 74)
- Diantara kewajiban suami terhadap istri, ialah:
Membayar mahar, Memberi nafkah (makan, pakaian, tempat tinggal),
Menggaulinya dengan baik, Berlaku adil jika beristri lebih dari satu.
(AI-Ghazali)
- Jika istri berbuat ‘Nusyuz’, maka dianjurkan
melakukan tindakan berikut ini secara berurutan: (a) Memberi nasehat, (b)
Pisah kamar, (c) Memukul dengan pukulan yang tidak menyakitkan. (An-Nisa’:
34) … ‘Nusyuz’ adalah: Kedurhakaan istri kepada suami dalam hal ketaatan
kepada Allah.
- Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah,
yang paling baik akhlaknya dan paling ramah terhadap istrinya/keluarganya.
(Tirmudzi)
- Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan
hartanya untuk istri dan anaknya.(Ath-Thalaq: 7)
- Suami dilarang berlaku kasar terhadap istrinya.
(Tirmidzi)
- Hendaklah jangan selalu mentaati istri dalam
kehidupan rumah tangga. Sebaiknya terkadang menyelisihi mereka. Dalam
menyelisihi mereka, ada keberkahan. (Baihaqi, Umar bin Khattab ra., Hasan
Bashri)
- Suami hendaknya bersabar dalam menghadapi sikap
buruk istrinya. (Abu Ya’la)
- Suami wajib menggauli istrinya dengan cara yang
baik. Dengan penuh kasih sayang, tanpa kasar dan zhalim. (An-Nisa’: 19)
- Suami wajib memberi makan istrinya apa yang ia
makan, memberinya pakaian, tidak memukul wajahnya, tidak menghinanya, dan
tidak berpisah ranjang kecuali dalam rumah sendiri. (Abu Dawud).
- Suami wajib selalu memberikan pengertian,
bimbingan agama kepada istrinya, dan menyuruhnya untuk selalu taat kepada
Allah dan Rasul-Nya. (AI-Ahzab: 34, At-Tahrim : 6, Muttafaqun Alaih)
- Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang
berkaitan dengan wanita (hukum-hukum haidh, istihadhah, dll.).
(AI-Ghazali)
- Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap
istri. (An-Nisa’: 3)
- Suami tidak boleh membuka aib istri kepada
siapapun. (Nasa’i)
- Apabila istri tidak mentaati suami (durhaka kepada
suami), maka suami wajib mendidiknya dan membawanya kepada ketaatan,
walaupun secara paksa. (AIGhazali)
- Jika suami hendak meninggal dunia, maka
dianjurkan berwasiat terlebih dahulu kepada istrinya. (AI-Baqarah: 40)
Istri kepada Suami
- Hendaknya istri menyadari clan menerima dengan
ikhlas bahwa kaum laki-Iaki adalah pemimpin kaum wanita. (An-Nisa’: 34)
- Hendaknya istri menyadari bahwa hak (kedudukan)
suami setingkat lebih tinggi daripada istri. (Al-Baqarah: 228)
- Istri wajib mentaati suaminya selama bukan
kemaksiatan. (An-Nisa’: 39)
- Diantara kewajiban istri terhadap suaminya,
ialah: a. Menyerahkan dirinya, b. Mentaati suami, c. Tidak keluar rumah,
kecuali dengan ijinnya, d. Tinggal di tempat kediaman yang disediakan
suami, e. Menggauli suami dengan baik. (Al-Ghazali)
- Istri hendaknya selalu memenuhi hajat biologis
suaminya, walaupun sedang dalam kesibukan. (Nasa’ i, Muttafaqun Alaih)
- Apabila seorang suami mengajak istrinya ke tempat
tidur untuk menggaulinya, lalu sang istri menolaknya, maka penduduk langit
akan melaknatnya sehingga suami meridhainya. (Muslim)
- Istri hendaknya mendahulukan hak suami atas orang
tuanya. Allah swt. mengampuni dosa-dosa seorang Istri yang mendahulukan
hak suaminya daripada hak orang tuanya. (Tirmidzi)
- Yang sangat penting bagi istri adalah ridha
suami. Istri yang meninggal dunia dalam keridhaan suaminya akan masuk
surga. (Ibnu Majah, Tirmidzi)
- Kepentingan istri mentaati suaminya, telah
disabdakan oleh Nabi saw.: “Seandainya dibolehkan sujud sesama manusia,
maka aku akan perintahkan istri bersujud kepada suaminya. .. (Timidzi)
- Istri wajib menjaga harta suaminya dengan
sebaik-baiknya. (Thabrani)
- Istri hendaknya senantiasa membuat dirinya selalu
menarik di hadapan suami(Thabrani)
- Istri wajib menjaga kehormatan suaminya baik di
hadapannya atau di belakangnya (saat suami tidak di rumah). (An-Nisa’: 34)
- Ada empat cobaan berat dalam pernikahan, yaitu:
(1) Banyak anak (2) Sedikit harta (3) Tetangga yang buruk (4) lstri yang
berkhianat. (Hasan Al-Bashri)
- Wanita Mukmin hanya dibolehkan berkabung atas
kematian suaminya selama empat bulan sepuluh hari. (Muttafaqun Alaih)
- Wanita dan laki-laki mukmin, wajib menundukkan
pandangan mereka dan menjaga kemaluannya. (An-Nur: 30-31)
7. Wanita Yang Haram Dinikahi
Larangan menikah untuk selamanya (muabbad)
Dibagi menjadi beberapa:
1. Larangan karena ada hubungan nasab ( qoroobah )
Yaitu:
§ I b u
§ Anak perempuan
§ Saudara perempuan
§ Bibi dari fihak ayah ( ‘Aammah )
§ Bibi dari fihak ibu ( khoolah )
§ Anak perempuan dari saudara laki-laki ( keponakan )
§ Anak perempuan dari saudara perempuan ( keponakan )
2. Larangan karena ada hubungan perkawinan (
mushooharoh )
Yaitu:
§ Ibu dari istri ( mertua )
§ Anak perempuan dari istri yang sudah digauli atau anak
tiri, termasuk anak-anak mereka kebawah
§ Istri anak ( menantu ) atau istri cucu dan seterusnya
§ Istri ayah ( ibu tiri )
3. Larangan karena hubungan susuan
§ Ibu dari wanita yang menyusui
§ Wanita yang menyusui
§ Ibu dari suami wanita yang menyusui
§ Saudara wanita dari wanita yang menyusui
§ Saudara wanita dari suami wanita yang menyusui
§ Anak dan cucu wanita dari wanita yang menyusui
§ Saudara wanita, baik saudara kandung, seayah atau
seibu
Larangan menikah untuk sementara (muaqqot)
1. Menggabungkan untuk menikahi dua wanita yang
bersaudara
2. Menggabungkan untuk menikahi seorang wanita dan
bibinya
3. Menikahi lebih dari empat wanita
4. Wanita musyrik
5. Wanita yang bersuami
6. Wanita yang masih dalam masa ‘iddah
7. Wanita yang ia thalak tiga
Pernikahan yang terlarang
1. Nikah dengan niat untuk men-thalaqnya.
2. Nikah Tahlil, yaitu nikahnya seorang laki-laki
dengan seorang wanita yang telah diceraikan suaminya tiga kali, dengan niat
untuk menceraikannya kembali agar dapat dinikahi oleh mantan suaminya.
3. Nikah dengan bekas istri yang telah dithalak tiga.
4. Nikahnya seorang yang sedang ber-Ihrom.
5. Nikahnya seorang yang dalam masa ‘iddah.
6. Nikahnya seorang muslim dengan orang kafir.
“Talak dan Gugat Cerai
dalam Islam”
1. DEFINISI
CERAI TALAK
Dalam syariah cerai atau talak adalah
melepaskan ikatan perkawinan (Arab, اسم لحل قيد النكاح) atau putusnya hubungan perkawinan
antara suami dan istri dalam waktu tertentu atau selamanya.
2. DALIL DASAR
HUKUM PERCERAIAN TALAK
-
QS Al-Baqarah 2:229
الطَّلاقُ مَرَّتَانِ فَإِمْزَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ وَلا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَأْخُذُوا مِمَّا آتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئاً إِلاّض أَنْ يَخَافَا أَلاَّ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلا تَعْتَدُوهَا وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Artinya:
Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara
yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu
mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali
kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika
kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum
Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh
isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu
melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah
orang-orang yang zalim.
-
QS At-Talaq 65:1-7
أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاء فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ وَاتَّقُوا اللَّهَ رَبَّكُمْ لاَ تُخْرِجُوهُنَّ مِن بُيُوتِهِنَّ وَلا يَخْرُجْنَ إِلاَّ أَن يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ لاَ تَدْرِي لَعَلَّ اللَّهَ يُحْدِثُ بَعْدَ ذَلِكَ أَمْرًا*
فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ فَارِقُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ وَأَشْهِدُوا ذَوَيْ عَدْلٍ مِّنكُمْ وَأَقِيمُوا الشَّهَادَةَ لِلَّهِ ذَلِكُمْ يُوعَظُ بِهِ مَن كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا*
وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا*
وَاللاَّئِي يَئِسْنَ مِنَ الْمَحِيضِ مِن نِّسَائِكُمْ إِنِ ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلاثَةُ أَشْهُرٍ وَاللاَّئِي لَمْ يَحِضْنَ وَأُوْلاتُ الأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَن يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا*
ذَلِكَ أَمْرُ اللَّهِ أَنزَلَهُ إِلَيْكُمْ وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا*
أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنتُم مِّن وُجْدِكُمْ وَلاَ تُضَارُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنَّ وَإِن كُنَّ أُولاَتِ حَمْلٍ فَأَنفِقُوا عَلَيْهِنَّ حَتَّى يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ وَأْتَمِرُوا بَيْنَكُم بِمَعْرُوفٍ وَإِن تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهُ أُخْرَى*
لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِّن سَعَتِهِ وَمَن قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ لا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلاَّ مَا آتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا
Artinya:
Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu ceraikan
mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah
waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu
keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar
kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah
dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah
berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah
mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru.(ayat 1)
Apabila mereka telah mendekati akhir
iddahnya, maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik
dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan
hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi
pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat.
Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan
keluar.(ayat 2)
Dan memberinya rezeki dari arah yang
tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya
Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan
yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi
tiap-tiap sesuatu.(ayat 3)
Dan perempuan-perempuan yang tidak
haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu
(tentang masa iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu
(pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil,
waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barang
-siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan
dalam urusannya. (ayat 4)
Itulah perintah Allah yang
diturunkan-Nya kepada kamu, dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya
Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipat gandakan pahala
baginya. (ayat 5)
Tempatkanlah mereka (para isteri) di
mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan
mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang
sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga
mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka
berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala
sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh
menyusukan (anak itu) untuknya.(ayat 6)
Hendaklah orang yang mampu memberi
nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah
memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak
memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan
kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.(ayat 7)
3. SHIGHAT
(UCAPAN) CERAI TALAK ADA DUA
Ditinjau dari segi shighat, lafadz,
ucapan cerai talak dari seorang suami pada istri, talak ada dua macam yaitu
talak sharih (langsung, jelas, eksplisit) dan talak kinayah (tidak langsung,
sindiran, implisit). Kedua shighat talak ini memiliki hukum tersendiri dalam soal
terjadinya talak atau tidak.
4. TALAK SHARIH
(LANGSUNG)
Talak sharih adalah ucapan talak
secara jelas dan eksplist yang apabila diucapan pada istri maka jatuhlah
talak/perceraian walaupun suami tidak berniat untuk cerai. Lafadz talak sharih
ada 3 (tiga) yaitu:
(a)
Talak atau cerai. Seperti kata suami pada istri: "Aku menceraikanmu."
atau "Kamu dicerai", dsb.
(b)
Pisah (mufaraqah)
(c)
Sarah (pisah)
5. TALAK KINAYAH(TIDAK
LANGSUNG, IMPLISIT)
Yaitu kata yang mengandung nuansa atau
makna percraian tapi tidak secara langsung. Seperti kata suami pada istri
"Pulanglah pada orang tuamu!"
Termasuk
talak kinayah adalah talak sharih tapi dibuat secara tertulis atau melalui SMS
(short text message).
6. HUKUM
CERAI/TALAK
Hukum talak/perceraian itu beragam:
bisa wajib, sunnah, makruh, haram, mubah. Rinciannya sbb:
TALAK
ITU WAJIB APABILA:
a)
Jika suami isteri tidak dapat didamaikan lagi
b)
Dua orang wakil daripada pihak suami dan isteri gagal membuat kata sepakat
untuk perdamaian rumahtangga mereka
c)
Apabila pihak pengadilan berpendapat bahawa talak adalah lebih baik
Jika tidak diceraikan dalam keadaan demikian,
maka berdosalah suami.
PERCERAIAN
ITU HARAM APABILA:
a)
Menceraikan isteri ketika sedang haid atau nifas
b)
Ketika keadaan suci yang telah disetubuhi
c)
Ketika suami sedang sakit yang bertujuan menghalang isterinya daripada menuntut
harta pusakanya
d)
Menceraikan isterinya dengan talak tiga sekaligus atau talak satu tetapi
disebut berulang kali sehingga cukup tiga kali atau lebih
PERCERAIAN
ITU HUKUMNYA SUNNAH APABILA:
a)
Suami tidak mampu menanggung nafkah isterinya
b)
Isterinya tidak menjaga martabat dirinya
CERAI
HUKUMNYA MAKRUH APABILA:
Suami
menjatuhkan talak kepada isterinya yang baik, berakhlak mulia dan mempunyai
pengetahuan agama
CERAI
HUKUMNYA MUBAH APABILA:
Suami
lemah keinginan nafsunya atau isterinya belum datang haid atau telah putus
haidnya
7. RUKUN
PERCERAIAN/ TALAK
Ada
2 faktor dalam perceraian yaitu suami dan istri. Masing-masing ada syarat
sahnya perceraian.
Rukun Talak
bagi Suami :
-
Berakal sehat
-
Baligh
-
Dengan kemauan sendiri
Rukun Talak
bagi Isteri :
-
Akad nikah sah
-
Belum diceraikan dengan talak tiga oleh suaminya
Lafadz/teks
talak:
-
Ucapan yang jelas menyatakan penceraiannya
-
Dengan sengaja dan bukan paksaaan
8. JENIS
PERCERAIAN ADA 2 (DUA)
Ditinjau dari pelaku perceraian, maka
perceraian itu ada dua macam yaitu (a) cerai talak oleh suami kepada istri dan
(b) gugat cerai oleh istri kepada suami.
A. CERAI TALAK OLEH SUAMI
Yaitu perceraian yang dilakukan oleh
suami kepada istri. Ini adalah perceraian/talak yang paling umum. Status
perceraian tipe ini terjadi tanpa harus menunggu keputusan pengadilan. Begitu
suami mengatakan kata-kata talak pada istrinya, maka talak itu sudah jatuh dan
terjadi. Keputusan Pengadilan Agama hanyalah formalitas.
Talak atau gugat cerai yang dilakukan
oleh suami terdiri dari 4 (empat) macam sbb:
·
Talak
raj’i
Yaitu
perceraian di mana suami mengucapkan (melafazkan) talak satu atau talak dua
kepada isterinya. Suami boleh rujuk kembali ke isterinya ketika masih dalam
iddah. Jika waktu iddah telah habis, maka suami tidak dibenarkan merujuk
melainkan dengan akad nikah baru.
·
Talak
bain
Yaitu
perceraian di mana suami mengucapkan talak tiga atau melafazkan talak yang
ketiga kepada isterinya. Isterinya tidak boleh dirujuk kembali. Si suami hanya
boleh merujuk setelah isterinya menikah dengan lelaki lain, suami barunya
menyetubuhinya, setelah diceraikan suami barunya dan telah habis iddah dengan
suami barunya.
·
Talak
sunni
Yaitu
perceraian di mana suami mengucapkan cerai talak kepada isterinya yang masih suci
dan belum disetubuhinya ketika dalam keadaan suci
·
Talak
bid’i
Suami
mengucapkan talak kepada isterinya ketika dalam keadaan haid atau ketikasuci
tapi sudah disetubuhi (berhubungan intim).
·
Talak
taklik
Talak
taklik ialah suami menceraikan isterinya secara bersyarat dengan sesuatu sebab
atau syarat. Apabila syarat atau sebab itu dilakukan atau berlaku, maka terjadilah
penceraian atau talak.
TAKLIK TALAK
ADA 2 MACAM:
·
Taklik
qasami
Taklik
qasami adalah taklik yang dimaksudkan seperti janji karena mengandung
pengertian melakukan pekerjaan atau meninggalkan suatu perbuatan atau
menguatkan suatu kabar.
·
Taklik
Syarthi
Taklik
Syarthi yaitu taklik yang dimaksudkan untuk menjatuhkan talak jika telah
terpenuhi syaratnya. Syarat sah taklik yang dimaksud tersebut ialah perkaranya
belum ada, tetapi mungkin terjadi di kemudian hari, hendaknya istri ketika
lahirnya akad talak dapat dijatuhi talak dan ketika terjadinya perkara yang
ditaklikkan istri berada dalam pemeliharaan suami.
ISI SIGHAT
TAKLIK TALAK:
Bunyi redaksi atau sighat taklik
taklak yang diucapkan pengantin pria setelah ijab kabul di KUA dan termuat
dalam buku Akta Nikah adalah sbb:
SIGHAT TAKLIK
TALAK:
بسم الله الرحمن الرحيم
Sesudah akad nikah saya
(nama_mempelai_pria) bin (nama_ayah_mempelai_pria) berjanji dengan sepenuh
hati, bahwa saya akan menepati kewajiban saya sebagai seorang suami, dan akan
saya pergauli istri saya bernama (nama_mempelai_wanita) binti
(nama_ayah_mempelai wanita) dengan baik (mu'asyarah bilma'ruf) manurut ajaran
syari'at islam.
Selanjutnya
saya membaca sighat taklik atas istri saya sebagai berikut :
Sewaktu-waktu
saya :
1.
Meninggalkan istri saya dua tahun berturut-turut,
2.
Atau saya tidak memberi nafkah wajib kepadanya tiga bulan lamanya,
3.
Atau saya menyakiti badan/jasmani istri saya,
4.
Atau saya membiarkan (tidak memperdulikan) istri saya enam bulan lamanya,
Kemudian istri saya tidak ridha dan
mengadukan halnya kepada pengadilan agama dan pengaduannya dibenarkan serta
diterima oleh pengadilan tersebut, sebagai iwadh (pengganti) kepada saya, maka
jatuhlah talak saya satu kepadanya.
Kepada Pengadilan tersebut saya
kuasakan untuk menerima uang iwadh itu dan kemudian menyerahkan kepada
Direktorat Jendral Bimas Islam dan Penyelengara Haji Cq. Direktorat Urusan
Agama Islam untuk keperluan ibadah sosial.
HUKUM UCAPAN
TAKLIK TALAK
Mengucapkan talklik talak oleh
pengantin pria sesaat setelah ijab kabul hukumnya tidak wajib. Boleh dilakukan
dan boleh ditinggalkan. Berdasarkan pada
(a)
Fatwa MUI pada 23 Rabi'ul Akhir 1417 H/ 7 September 1996 yang menyatakan bahwa:
Pengucapan
sighat ta'liq talaq, yang menurut sejarahnya untuk melindungi hak-hak wanita (
isteri ) yang ketika itu belum ada peraturan perundang-undangan tentang hal
tersebut, sekarang ini pengucapan sighat ta'liq talaq tidak diperlukan lagi.
Untuk pembinaan ke arah pembentukan keluarga bahagia sudah di bentuk BP4 dari
tingkat
pusat sampai dengan tingkat kecamatan.
(b)
KHI Kompilasi Hukum Islam pasal 46 ayat (3)
Perjanjian
taklik talak bukan suatu perjanjian yang wajib diadakan pada
setiap
perkawinan, akan tetapi sekali taklik talak sudah diperjanjikan tidak
dapat
dicabut kembali.
B. GUGAT CERAI OLEH ISTRI
Yaitu perceraian yang dilakukan oleh
istri kepada suami. Cerai model ini dilakukan dengan cara mengajukan permintaan
perceraian kepada Pengadilan Agama. Dan perceraian tidak dapat terjadi sebelum
Pengadilan Agama memutuskan secara resmi.
Ada dua istilah yang dipergunakan pada
kasus gugat cerai oleh istri, yaitu fasakh dan khulu’:
1. Fasakh
Fasakh adalah pengajuan cerai oleh
istri tanpa adanya kompensasi yang diberikan istri kepada suami, dalam kondisi
di mana:
-
Suami tidak memberikan nafkah lahir dan batin selama enam bulan berturut-turut;
-
Suami meninggalkan istrinya selama empat tahun berturut-turut tanpa ada kabar
berita (meskipun terdapat kontroversi tentang batas waktunya);
-
uami tidak melunasi mahar (mas kawin) yang telah disebutkan dalam akad nikah,
baik sebagian ataupun seluruhnya (sebelum terjadinya hubungan suamii istri);
atau
-
adanya perlakuan buruk oleh suami seperti penganiayaan, penghinaan, dan
tindakan-tindakan lain yang membahayakan keselamatan dan keamanan istri.
Jika gugatan tersebut dikabulkan oleh
Hakim berdasarkan bukti-bukti dari pihak istri, maka Hakim berhak memutuskan
(tafriq) hubungan perkawinan antara keduanya.
2. Khulu’
Khulu’ adalah kesepakatan penceraian
antara suami istri atas permintaan istri dengan imbalan sejumlah uang (harta)
yang diserahkan kepada suami. Khulu' disebut dalam QS Al-Baqarah 2:229
“Rujuk
Dalam Islam”
A. Pengertian
Rujuk
Rujuk menurut bahasa artinya kembali,
sedangkan menurut istilah adalah kembalinya seorang suami kepada mantan
istrinya dengan perkawinan dalam masa iddah sesudah ditalak raj’i. sebagaimana
Firman allah dalam surat al-baqarah :228
“Dan
suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka(para
suami) itu menghendaki islah”. (Q.S.Al-Baqarah:228)
Bila
sesorang telah menceraikan istrinya, maka ia dibolehkan bahkan di anjurkan
untuk rujuk kembali dengan syarat keduanya betul-betul hendak berbaikan kembali
(islah).
Dalam
KHI pasal 63 bahwa Rujuk dapat dilakukan dalam hal:
a.
Putusnya perkawinan karena talak, kecuali talak yang telah jatuh tiga kali atau
talak yang di jatuhkan qabla al dukhul.
b.
Putus perkawinan berdasarkan putusan pengadilan dengan alasan atau
alasan-alasan selain zina dan khuluk.
B. Pendapat
Para Ulama tentang Rujuk
Rujuk adalah salah satu hak bagi
laki-laki dalam masa idah. Oleh karena itu ia tidak berhak membatalkannya,
sekalipun suami missal berkata: “Tidak ada Rujuk bagiku” namun sebenarnya ia
tetap mempunyai rujuk. Sebab allah berfirman:
Artinya:
Dan suami-suaminya berhak merujuknya dalam masa penantian itu”.
(al-Baqarah:228)
Karena rujuk merupakan hak suami, maka
untuk merujuknya suami tidak perlu adanya saksi, dan kerelaan mantan istri dan
wali. Namun menghadirkan saksi dalam rujuk hukumnya sunnah, karena di
khawatirkan apabila kelak istri akan menyangkal rujuknya suami.
Rujuk boleh diucapkan, seperti: “saya
rujuk kamu”, dan dengan perbuatan misalnya: “menyetubuhinya, merangsangnya,
seperti menciummnya dan sentuhan-sentuhan birahi.
Imam Syafi;I berpendapat bahwa rujuk
hanya diperbolehkan dengan ucapan terang dan jelas dimengerti. Tidak boleh
rujuk dengan persetubuhan, ciuman, dan rangsangan-rangsangan nafsu birahi.
Menurut Imam Syafi’I bahwa talak itu memutuskan hubungan perkawinan.
Ibn Hazm berkata: “Dengan
menyetubuhinya bukan berarti merujuknya, sebelum kata rujuk itu di ucapkandan
menghadirkan saksi, serta mantan istri diberi tahu terlebih dahulu sebelum masa
iddahnya habis.” Menurut Ibn Hazm jika ia merujuk tampa saksi bukan disebut
rujuk sebab allah berfirman:
Artinya:
“Apabila mereka telah mendekati akhir masa iddahnya, maka rujuklah mereka
dengan baik dan lepaskanlah meereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua
orang saksi yang adil di antara kamu.” (Q.S. At-Thalaq: 2)
C. Syarat dan
Rukun Rujuk
1.
Syarat Rujuk
a.
Saksi untuk rujuk
Puqaha berbeda pendapat tentang adanya
saksi dalam rujuk, apakah ia menjadi syarat sahnya rujuk atau tidak. Imam malik
berpendapat bahwa saksi dalam rujuk adalah disunnahkan, sedangkan Imam syafi’I
mewajibkan. Perbedaan pendapat ini disebabkan karena pertentangan antara qiyas
dengan zahir nas Al-qur’an yaitu:
.....واشهدوا ذوى عدل منكم...............(الطلاق : 2)
“…….dan persaksikanlah dengan dua orang
saksi yang adil…..”
Ayat
tersebut menunjukan wajibnya mendatangkan saksi. Akan tetapi pengkiasan haq
rujuk dengan hak-hak lain yang diterima oleh seseorang, menghendaki tidak
adanya saksi. Oleh karena itu, penggabungan antara qiayas dengan ayat tersebut
adalah dengan membawa perintah pada ayat tersebut sebagai sunnah.
b.
Belum habis masa idah
c.
Istri tidak di ceraikan dengan talak tiga
d.
Talak itu setelah persetubuhan
Jika
istri yang telah di cerai belum perah di campuri, maka tidak sah untuk rujuk,
tetapi harys dengan perkawinan baru lagi. Firman Allah Swt:
“Hai orang-oran
yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang beriman kemudian
kamu ceraikan sebelum kamu mencampurinya maka sekali-kali tidak wajib atas
mereka iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya maka berikanlah mereka
mut’ah dan lepaskanah mereka dengan cara yang sebaik-baiknya.
2.
Rukun Rujuk :
1)
Suami yang merujuk
Syarat-syarat
suami sah merujuk:
a)
Berakal
b)
Baligh
c)
Dengan kemauan sendiri
d)
Tidak di paksa dan tidak murtad
2)
Ada istri yang di rujuk
Syarat
istri yang di rujuk:
a)
Telah di campuri
b)
Bercerai dengan talak bukan dengan fasakh
c)
Tidak bercerai dengan khuluk
d)
Belum jatuh talak tiga.
e)
Ucapan yang menyatakan untuk rujuk.
3)
Kedua belah pihak (mantan suami dan mantan istri) sama-sama suka, dan yakin
dapat hidup bersama kembali dengan baik. berdasarkan firman Allah Swt:
“Dan
suami-suaminya berhak merujuknya dalam masa menanti itu dan jika mereka (para
suami) itu menghendaki islah”.
4)
Dengan pernyataan ijab dan qabul
Syarat
lapadz (ucapan) rujuk:
a)
Lafaz yang menunjukkan maksud rujuk, misalnya kata suami “aku rujuk engkau”
atau “aku kembalikan engkau kepada nikahku”.
b)
Tidak bertaklik — tidak sah rujuk dengan lafaz yang bertaklik, misalnya kata
suami “aku rujuk engkau jika engkau mahu”. Rujuk itu tidak sah walaupun ister
mengatakan mahu.
c)
Tidak terbatas waktu — seperti kata suami “aku rujuk engkau selama sebulan
D. Hikmah
Rujuk
1.
Dapat menyambung semula hubungan suami isteri untuk kepentingan kerukunan numah
tangga
2.
Membolehkan seseorang berusaha untuk rujuk meskipun telah berlaku perceraian.
3.
Membolehkan seseorang berusaha untuk rujuk meskipun telah berlaku perceraian.
E. Hukum
Rujuk
1.
Wajib apabila Suami yang menceraikan salah seorang isteri-isterinya dan dia
belum menyempurnakan pembahagian giliran terhadap isteri yang diceraikan itu.
2.
Haram Apabila rujuk itu menjadi sebab mendatangkan kemudaratan kepada isteri
tersebut.
3.
Makruh Apabila perceraian itu lebih baik diteruskan daripada rujuk.
4.
Makruh Apabila perceraian itu lebih baik diteruskan daripada rujuk.
5.
Sunat Sekiranya mendatangkan kebaikan.
F. Prosedur
rujuk
Pasangan mantan suami-istri yang kan
melakukan rujuk harus dapat menghadap PPN (pegawai pencatat nikah) atau kepala
kantor urusan agama (KUA) yang mewilayahi tempat tinggal istri dengan membawa
surat keterangan untuk rujuk dari kepala desa/lurah serta kutipan dari buku
pendaftaran talak/cerai atau akta talak/cerai.
Adapun
prosedurnya adalah sebagaiu berikut:
a.
Di hadapan PPN suami mengikrarkan rujuknya kepada istri disaksikan mimimal dua
orang saksi.
b.
PPN mencatatnya dalam buku pendaftaran rujuk, kemudian membacanya di hadapan
suami-istri tersebut serta saksi-saksi, dan selanjutnya masing-masing
membubuhkan tanda tangan.
c.
PPN membuatkan kutipan buku pendaftaran rujuk rangkap dua dengan nomor dan kode
yang sama.
d.
Kutipan ddiberikan kepada suami-istri yang rujuk.
e.
PPN membuatkan surat keterangan tentang terjadinya rujuk dan dan mengirimnya ke
pengadilan agama yang mengeluarkan akta talak yang bersangkutan.
f.
Suami-istri dengan membawa kutipan buku pendaftaran rujuk datang ke pengadilan
agama tempat terjadinya talak untuk mendapatkan kembali akta nikahnya
masing-masing.
g.
Pengadilan agama memberikan kutipan akta nikah yang bersangkutan dengan menahan
kutipan buku pendaftaran rujuk.
15 komentar:
Kacau...judi di hamdallahin...istigfar!!!
mksh artikelny menambah pencerahan....
kalau di talak di waktu haid, jadi haram talaknya, maksudnya gimana? apa talaknya jadi tidak sah? makasih
Kalao sudah cerai.. trus kita mau rujuk lagi dan mnikah lgi gmna cranya itu ..
Sekedar menimpa saja, saya mahasiswa hukum di salah satu universitas swasta di surakarta. Setau saya jika sudah jatuh talak 3 dan hendak rujuk kembali, maka syaratnya si perempuan harus sudah menikah dengan pria lain pasca di talak mantan suami. Setelah itu baru bisa rujuk kembali dengan mantan suaminya jika pernikahannya dengan pria lain juga tidak harmonis. Jika ada yang salah mohon koreksinya, trimakasih.
Jika istri yang hendak di talak sedang haid, maka itu yang disebut masa idah (masa tunggu). Suami harus menunggu istri sampai 3x suci, maksudnya adalah 3x haid dan 3x suci (biasanya 3 bulan jika haid normal). Begitu juga jika istri sedang hamil.maka harus menunggu sampai istri melahirkan, dan jika istri sudah menopause, maka harus menunggu 3 bulan baru setelah itu bisa di talak.
Ini kisah hidup nyata . ada pria menikahi gadis tanpa akta cerai .sang pria sbelumnya sudah pernah menikah ia mengucapkan talaq bain pada mantan istrinya di karenakan sekembalinya si pria dari berlayar mencari nafkah sang mantan istri mengakui telah berhunungan intim beberapa kali dengan pria lain semasa menjadi suami berlayar (bekerja keluar negeri) lalu sang pria pergi mninggalkan tanpa ke persidangan agama setahun tidak kembali hanya dokumen pekerjaan saja yg d bawa. Setelah itu sang pria menikahi gadis tanpa akte cerai .pertanyaan saya bagaimana hukumnya pada sang gadis?? Mohon pencerahan dalil,hadis dan ayat al quran tentang kasus ini. Sang pria mengaku duda dan hanya mnikah sirih dengan gadis ini lalu setelah 2bln menikah resmi .sblmnya sudah konsul k kua oleh krn it bs menikah resmi. Tetapi yg membebankan moral gadis ini apakah sang gadis merebut suami orang? Merusak rt orang? Krn sodara2 gadis menyebut gadis ini pelakor (perebut suami orang) terkadang dg sindiran dan candaan.atas bersedianya menjawab jazakumullah khair katsiran.smoga kita smua sll dalam lindungan Allah dr para kedzaliman aamiin Allahumma aamiin
Ntah
Sebelumnya saya sangat sangat berterimakasih sekali kepada teman-teman yg telah meluangkan waktu membaca tulisan saya, saya minta maaf baru membalas sekarang, karena saya tidak tau ada komentar. oke langsung aja daripada panjang lebar.
Menurut pendapat saya, Dalam agama sudah sah cerai, tpi dlm hukum undang2 indonesia atau peraturan hukum indonesia blm tercatat.
Ayat yang menyinggung masalah ini :
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui”. (QS. Al-Anfal [8]: 27)
Teman-teman bisa baca2 lgi di buku fiqih nikah dan Artikel2 di web lainnya.
Semoga bermanfaat.
Saya punya teman permpuan yang sudah cerai secara resmi dan sudah ketok palu juga di pengadilan agama, sudah pisah ranjang dengan suamninya lebih dari setahun.
Tapi tiba2 dia bilang demi anak mau rujuk lagi dan sengaja akta cerai nya tidak diambil di pengadilan agama.
Saya sudah beritahu kalau mau rujuk salah satu harus menikah dulu dengan orang lain, tapi dia marah dan hanya mau melakukan rujuk dengan nikah siri saja.
Apakah hal itu diperbolehkan?
Terimakasih
Maaf saya mau tanya apa talak dengan sindiran sbnyak tiga kali itu bisa di bilang talak juga???mohon pengertianya
Asalamualaikum pak pak Saya Mau bertanya Saya menjalani hubungan keluarga selam lapan tahun . Di tahun pertama terjadi keributan Dan Saya Tak sengaja mengucapa kan Kata cerai ,Dan keepat tahunnya terjadi juga perkataan yg Sama Kami rujuk . Dan Baru INI kelapan taHun INI terjadi keributan lg Dan Terucap Saya kem bali.Saya Tak menggin kan perpisahan ITU . Apakah say a tidak bisa lg bersama keluarga Saya lg pak . Saya mohon penjelasan nya .
HIS balai sartika memiliki konsep One Stop Wedding Service, dengan konsep One Stop Wedding Service ini lebih memudahkan kak winda kedepannya dalam pemilihan vendor, yang sudah mencakup seluruh kebutuhan kak ina dari mulai :
-Gedung
-Catering
-Dekor
-Rias busana & Make up
-Fotografi
-Entertaiment
-MC
-Upacara Adat
-Wedding car
-Wedding Organizer & Wedding Consultant
Info lebih lanjut bisa hub Zulfa 089611648377 (WA)
bagai mn hukumnya kl suami sdh berkali2 mengucap pisah hampir 8 tahun. dgn istrinya namun msh serumah sebagianulama menyatak talaq3. sebagian blg baru talaq 1 krn suami hanya gertak. tp menurut keyakinan istri itu bermakna cerai.singkat cerita krn tekanan orang tua wanita dan pertimbangan terhadap anak mk sang istri memilih utk rujuq dgn mengikuti peraturan negara yg hanya mnjthkan talaq 1 dan mengikuti ulama yg menyatakan talaq1 pdhl istri yakin kl sdh talaq 3. memutuskan rujuq krn keadaan. sah kah rujuk tersebut. dgn menikah ulang. terimakasih
bagai mn hukumnya kl suami sdh berkali2 mengucap pisah hampir 8 tahun. dgn istrinya namun msh serumah sebagianulama menyatak talaq3. sebagian blg baru talaq 1 krn suami hanya gertak. tp menurut keyakinan istri itu bermakna cerai.singkat cerita krn tekanan orang tua wanita dan pertimbangan terhadap anak mk sang istri memilih utk rujuq dgn mengikuti peraturan negara yg hanya mnjthkan talaq 1 dan mengikuti ulama yg menyatakan talaq1 pdhl istri yakin kl sdh talaq 3. memutuskan rujuq krn keadaan. sah kah rujuk tersebut. dgn menikah ulang. terimakasih
Posting Komentar