KISAH NABI
MUHAMMAD DAN PARA ISTERINYA
1. SITI KHADIJAH
Nabi mengawini Khadijah ketika Nabi
masih berumur 25 tahun, sedangkan Khadijah sudah berumur 40 tahun.
Khadijah sebelumnya sudah menikah 2 kali sebelum menikah dengan Nabi SAW.
Suami pertama Khadijah adalah
Aby Haleh Al Tamimy dan suami keduanya adalah Oteaq Almakzomy, keduanya
sudah meninggal sehingga menyebabkan Khadijah menjadi janda. Lima belas
tahun setelah menikah dengan Khadijah, Nabi Muhammad SAW pun diangkat menjadi
Nabi, yaitu pada umur 40 tahun. Khadijah meninggal pada tahun 621 A.D, dimana
tahun itu bertepatan dengan Mi’raj nya Nabi Muhammad SAW ke Surga. Nabi
SAW sangatlah mencintai Khadijah. Sehingga hanya setelah
sepeninggalnya Khadijah lah Nabi SAW baru mau menikahi wanita lain.
2.SAWDA BINTI ZAM’A
Suami
pertamanya adalah Al Sakran Ibn Omro Ibn Abed Shamz, yang meninggal
beberapa hari setelah kembali dari Ethiophia. Umur Sawda Bint Zam’a
sudah 65 tahun, tua, miskin dan tidak ada yang mengurusinya. Inilah
sebabnya kenapa Nabi SAW menikahinya.
3. AISHA SIDDIQA
Seorang perempuan bernama Kholeah
Bint Hakeem menyarankan agar Nabi SAW mengawini Aisha, putri dari Aby
Bakrs, dengan tujuan agar mendekatkan hubungan dengan keluarga Aby Bakr.
Waktu itu Aishah sudah
bertunangan dengan Jober Ibn Al Moteam Ibn Oday, yang pada saat itu adalah
seorang Non-Muslim. Orang-orang di Makkah tidaklah keberatan dengan
perkawinan Aishah, karena walaupun masih muda, tapi sudah cukup dewasa
untuk mengerti tentang tanggung jawab didalam sebuah perkawinan.
Nabi Muhammad SAW bertunangan dulu
selama 2 tahun dengan Aishah sebelum kemudian mengawininya.
Dan bapaknya Aishah, Abu Bakr
pun kemudian menjadi khalifah pertama setelah Nabi SAW meninggal.
4. HAFSAH BINTI UMAR
Hafsah adalah putri dari Umar, khalifah
ke dua. Pada mulanya, Umar meminta Usman mengawini anaknya, Hafsah. Tapi
Usman menolak karena istrinya baru saja meninggal dan dia belum mau
kawin lagi.
Umar pun pergi menemui Abu Bakar
yang juga menolak untuk mengawini Hafsah. Akhirnya Umar pun mengadu
kepada nabi bahwa Usman dan Abu Bakar tidak mau menikahi anaknya.
Nabi SAW pun berkata pada Umar bahwa
anaknya akan menikah demikian juga Usman akan menikah lagi.
Akhirnya, Usman mengawini
putri Nabi SAW yiatu Umi Kaltsum, dan Hafsah sendiri menikah dengan Nabi
SAW.
Hal
ini membuat Usman dan Umar gembira.
5. ZAINAB BINTI
KHUZAYMA
Suaminya
meninggal pada perang UHUD, meninggalkan dia yang miskin dengan beberapa
orang anak. Dia sudah tua ketika nabi SAW mengawininya. Dia meninggal 3
bulan setelah perkawinan yaitu pada tahun 625 A.D.
6. SALAMA BINTI UMAYYA
Suaminya, Abud
Allah Abud Al Assad Ibn Al Mogherab, meninggal dunia, sehingga
meninggalkan dia dan anak-anaknya dalam keadaan miskin.
Dia saat itu
berumur 65 tahun. Abu Bakar dan beberapa sahabat lainnya meminta dia
mengawini nya, tapi karena sangat cintanya dia pada suaminya, dia menolak.
Baru setelah
Nabi Muhammad SAW mengawininya dan merawat anak-anaknya, dia bersedia.
7. ZAYNAB BINTI JAHSH
Dia adalah
putri Bibinya Nabi Muhammad SAW, Umamah binti Abdul Muthalib. Pada
awalnya Nabi Muhammad SAW sudah mengatur agar Zaynab mengawini Zayed Ibn
Hereathah Al Kalby.
Tapi perkawinan
ini kandas tidak lama, dan Nabi menerima wahyu bahwa jika mereka
bercerai nabi mesti mengawini Zaynab (surat 33:37).
8. ALJUAYRIYA BINTI HARITH
Suami
pertamanya adalah Masafeah Ibn Safuan.
Nabi Muhammad
SAW menghendaki agar kelompok dari Juayreah (Bani Al Mostalaq) masuk
Islam. Juayreah menjadi tahanan ketika Islam menang pada perang
Al-Mustalaq (Battle of Al-Mustalaq) .
Bapak Juayreyah
datang pada Nabi SAW dan memberikan uang sebagai penebus anaknya,
Juayreyah. Nabi SAW pun meminta sang Bapak agar membiarkan Juayreayah
untuk memilih.
Ketika diberi hak untuk memilih, Juayreyah menyatakan ingin masuk islam dan menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah yang terakhir. Akhirnya Nabi pun mengawininya, dan Bani Almustalaq pun masuk islam.
Ketika diberi hak untuk memilih, Juayreyah menyatakan ingin masuk islam dan menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah yang terakhir. Akhirnya Nabi pun mengawininya, dan Bani Almustalaq pun masuk islam.
9. SAFIYYA BINTI HUYAYY
Dia adalah dari
kelompok Jahudi Bani Nadir.
Dia sudah menikah dua kali sebelumnya, dan
kemudian menikahi Nabi SAW.
Cerita nya cukup menarik, mungkin Insya Allah akan disampaikan terpisah.
Cerita nya cukup menarik, mungkin Insya Allah akan disampaikan terpisah.
10. UMMU HABIBA BINTI SUFYAN
Suami pertamanya adalah Aubed Allah Jahish.
Dia adalah anak dari Bibi Rasulullah SAW. Aubed Allah meninggak di Ethiopia. Raja Ethiopia pun mengatur perkawinan dengan Nabi SAW. Dia sebenarnya menikah dengan nabi SAW pada 1 AH, tapi baru pada 7 A.H pindah dan tinggal bersama Nabi SAW di Madina, ketika nabi 60 tahun dan dia 35 tahun.
Dia adalah anak dari Bibi Rasulullah SAW. Aubed Allah meninggak di Ethiopia. Raja Ethiopia pun mengatur perkawinan dengan Nabi SAW. Dia sebenarnya menikah dengan nabi SAW pada 1 AH, tapi baru pada 7 A.H pindah dan tinggal bersama Nabi SAW di Madina, ketika nabi 60 tahun dan dia 35 tahun.
11. MAYMUNA BINTI AL
HARITH
Suami
pertamanya adalah Abu Rahma Ibn Abed Alzey.
Dia
masih berumur 36 tahun ketika menikah dengan Nabi Muhammad SAW yang sudah
60 tahun.
Ketika Nabi SAW membuka Makkah di
tahun 630 A.D, dia datang menemui Nabi SAW, masuk Islam dan meminta
agar Rasullullah mengawininya.
Akibatnya,
banyaklah orang Makkah merasa terdorong untuk merima Islam dan nabi SAW.
12. MARIA AL QABTIYYA
Dia
awalnya adalah orang yang membantu menangani permasalahan dirumah
Rasullullah yang dikirim oleh Raja Mesir. Dia sempat
melahirkan seorang anak yang diberi nama Ibrahim. Ibrahim akhirnya
meninggal pada umur 18 bulan. Tiga tahun setelah menikah,
Nabi SAW meninggal dunia, dan Maria akhirnya meninggal 5 tahun
kemudian, tahun 16 A.H. Waktu itu, Umar bin Khatab yang
menjadi Iman sholat Jenazahnya, dan kemudian dimakamkan di Al-Baqi.
SEJARAH
DAKWAH RASULULLAH SAW PERIODE MADINAH
1. Arti Hijrah dan Tujuan Rasulullah SAW dan Umat Islam Berhijrah
Setidaknya ada dua macam arti hijrah yang harus diketahui oleh umat Islam.
Pertama hijrah berarti meninggalkan semua perbuatan yang dilarang dan dimurkai
Allah SWT untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, yang disuruh Allah SWT
dan diridai-Nya.
Arti kedua hijrah ialah berpindah dari suatu negeri kafir (non-Islam), karena
di negeri itu umat Islam selalu mendapat tekanan, ancaman, dan kekerasan,
sehingga tidak memiliki kebebasan dalam berdakwah dan beribadah. Kemudian umat
Islam di negeri kafir itu, berpindah ke negeri Islam agar memperoleh keamanan
dan kebebasan dalam berdakwah dan beribadah.
Arti kedua dari hijrah ini pernah dipraktikkan oleh Rasulullah SAW dan umat
Islam, yakni berhijrah dari Mekah ke Yastrib pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun
pertama hijrah, bertepatan dengan tanggal 28 Juni 622 M.
Tujuan hijrahnya Rasulullah SAW dan umat Islam dari Mekah (negeri kafir) ke
Yastrib (negeri Islam) adalah:
- Menyelamatkan diri dan umat
Islam dari tekanan, ancaman dan kekerasan kaum kafri Quraisy. Bahkan pada
waktu Rasulullah SAW meninggalkan rumahnya di Mekah untuk berhijrah ke
Yastrib (Madinah), rumah beliau sudah dikepung oleh kaum Quraisy dengan
maksud untuk membunuhnya.
- Agar memperoleh keamanan dan
kebebasan dalam berdakwah serta beribadah, sehingga dapat meningkatkan
usaha-usahanya dalam berjihad di jalan Allah SWT, untuk menegakkan dan
meninggikan agama-Nya (Islam)
2. Dakwah Rasulullah SAW Periode Madinah
Dakwah Rasulullah SAW periode Madinah berlangsung selama sepuluh tahun, yakni
dari semenjak tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijriah sampai dengan
wafatnya Rasulullah SAW, tanggal 13 Rabiul Awal tahun ke-11 hijriah.
Materi
dakwah yang disampaikan Rasulullah SAW pada periode Madinah, selain ajaran
Islam yang terkandung dalam 89 surat Makiyah dan Hadis periode Mekah, juga
ajaran Islam yang terkandung dalm 25 surat Madaniyah dan hadis periode Madinah.
Adapaun ajaran Islam periode Madinah, umumnya ajaran Islam tentang masalah
sosial kemasyarakatan.
Mengenai objek dakwah Rasulullah SAW pada periode Madinah adalah orang-orang
yang sudah masuk Islam dari kalangan kaum Muhajirin dan Ansar. Juga orang-orang
yang belum masuk Islam seperti kaum Yahudi penduduk Madinah, para penduduk di
luar kota Madinah yang termasuk bangsa Arab dan tidak termasuk bangsa Arab.
Rasulullah SAW diutus oleh Allah SWT bukan hanya untuk bangsa Arab, tetapi
untuk seluruh umat manusia di dunia, Allah SWT berfirman:
Dakwah
Rasulullah SAW yang ditujukan kepada orang-orang yang sudah masuk Islam (umat
Islam) bertujuan agar mereka mengetahui seluruh ajaran Islam baik yang
diturunkan di Mekah ataupun yang diturunkan di Madinah, kemudian mengamalkannya
dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka betul-betul menjadi umat yang
bertakwa. Selain itu, Rasulullah SAW dibantu oleh para sahabatnya melakukan
usaha-usaha nyata agar terwujud persaudaraan sesama umat Islam dan terbentuk
masyarakat madani di Madinah.
Mengenai dakwah yang ditujukan kepada orang-orang yang belum masuk Islam
bertujuan agar mereka bersedia menerima Islam sebagai agamanya, mempelajari
ajaran-ajarannya dan mengamalkannya, sehingga mereka menjadi umat Islam yang
senantiasa beriman dan beramal saleh, yang berbahagia di dunia serta sejahtera
di akhirat.
Tujuan dakwah
Rasulullah SAW yang luhur dan cara penyampaiannya yang terpuji, menyebabkan
umat manusia yang belum masuk Islam banyak yang masuk Islam dengan kemauan dan
kesadarn sendiri. namun tidak sedikit pula orang-orang kafir yang tidak
bersedia masuk Islam, bahkan mereka berusaha menghalang-halangi orang lain
masuk Islam dan juga berusaha melenyapkan agama Isla dan umatnya dari muka
bumi. Mereka itu seperti kaum kafir Quraisy penduduk Mekah, kaum Yahudi
Madinah, dan sekutu-sekutu mereka.
Setelah ada
izin dari Allah SWT untuk berperang, sebagaimana firman-Nya dalam surah
Al-Hajj, 22:39 dan Al-Baqarah, 2:190, maka kemudian Rasulullah SAW dan para
sahabatnya menusun kekuatan untuk menghadapi peperangan dengan orang kafir yang
tidak dapat dihindarkan lagi
Artinya: “Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena
Sesungguhnya mereka telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah, benar-benar Maha
Kuasa menolong mereka itu” (Q.S. Al-Hajj, 22:39)
Artinya: “Dan perangilah
di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu
melampaui batas, karena Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
melampaui batas.” (Q.S. Al-Baqarah, 2:190)
Peperangan-peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para pengikutnya
itu tidaklah bertujuan untuk melakukan penjajahan atau meraih harta rampasan
pernag, tetapi bertujuan untuk:
- Membela diri, kehormatan,
dan harta.
- Menjamin kelancaran dakwah,
dan memberi kesempatan kepada mereka yang hendak menganutnya.
- Untuk memelihara umat Islam agar tidak
dihancurkan oleh bala tentara Persia dan Romawi.
Setelah Rasulullah SAW dan para pengikutnya
mampu membangun suatu negar yang merdeka dan berdaulat, yang berpusat di
Madinah, mereka berusaha menyiarkan dan memasyhurkan agama Islam, bukan saja
terhadap para penduduk Jazirah Arabia, tetapi juga keluar Jazirah Arabia, maka
bangsa Romawi dan Persia menjadi cemas dan khawatir kekuaan mereka akan tersaingi.
Oleh karena itu, bangsa Romawi dan bangsa Persia bertekad untuk menumpas dan
menghancurkan umat Islam dan agamanya. Untuk menghadapi tekad bangsa Romawi
Persia tersebut, Rasulullah SAW dan para pengikutnya tidak tinggal diam
sehingga terjadi peperangan antara umat Islam dan bangsa Romawi, yaitu :
Perang Mut’ah
Peperangan Mu’tah terjadi
sebelah utara lazirah Arab. Pasukan Islam mendapat kesulitan menghadapi tentara
Ghassan yang mendapat bantuan dari Romawi. Beberapa pahlawan gugur melawan
pasukan berkekuatan ratusan ribu orang itu. Melihat kenyataanyang tidak
berimbang ini, Khalid ibn Walid, yang sudah masuk Islam, mengambil alih komando
dan memerintahkan pasukan untuk menarik diri dan kembali ke Madinah.
Selama dua tahun
perjanjian Hudaibiyah berlangsung, dakwah Islam sudah menjangkau seluruh
Jazirah Arab dan mendapat tanggapan yang positif. Hampir seluruh Jazirah Arab,
termasuk suku-suku yang paling selatan, menggabungkan diri dalam Islam.
Hal ini membuat
orang-orang Mekah merasa terpojok. Perjanjian Hudaibiyah ternyata menjadi
senjata bagi umat Islam untuk memperkuat dirinya. Oleh karena itu, secara
sepihak orang-orang kafir Quraisy membatalkan perjanjian tersebut.
Perang Tabuk
Melihat kenyataan ini,
Heraklius menyusun pasukan besar di utara Jazirah Arab, Syria, yang merupakan
daerah pendudukan Romawi. Dalam pasukan besar itu bergabung Bani Ghassan dan
Bani Lachmides.
Untuk menghadapi pasukan
Heraklius ini banyak pahlawan Islam yang menyediakan diri siap berperang
bersama Nabi sehingga terhimpun pasukan Islam yang besar pula. Melihat besarnya
pasukaDi sini beliau membuat beberapa perjanjian dengan penduduk setempat.
Dengan demikian, daerah perbatasan itu dapat dirangkul ke dalam barisan Islam.
Perang Tabuk merupakan perang terakhir yang diikuti Rasulullah SAW.
Peperangan lainnya yang dilakukan pada masa Rasulullah SAW seperti:
Perang Badar
Perang Badar yang
merupakan perang antara kaum muslimin Madinah dan kaum musyrikin Quraisy Mekah
terjadi pada tahun 2 H. Perang ini merupakan puncak dari serangkaian pertikaian
yang terjadi antara pihak kaum muslimin Madinah dan kaum musyrikin Quraisy.
Perang ini berkobar setelah berbagai upaya perdamaian yang dilaksanakan Nabi
Muhammad SAW gagal.
Tentara muslimin Madinah
terdiri dari 313 orang dengan perlengkapan senjata sederhana yang terdiri dari
pedang, tombak, dan panah. Berkat kepemimpinan Nabi Muhammad SAW dan semangat
pasukan yang membaja, kaum muslimin keluar sebagai pemenang. Abu Jahal,
panglima perang pihak pasukan Quraisy dan musuh utama Nabi Muhammad SAW sejak
awal, tewas dalam perang itu. Sebanyak 70 tewas dari pihak Quraisy, dan 70
orang lainnya menjadi tawanan. Di pihak kaum muslimin, hanya 14 yang gugur
sebagai syuhada. Kemenangan itu sungguh merupakan pertolongan Allah SWT (Q.S.
3: 123).
Artinya: “Sungguh Allah telah menolong kamu dalam peperangan Badar, Padahal
kamu adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah. karena itu bertakwalah kepada
Allah, supaya kamu mensyukuri-Nya.”(Q.S. Ali-Imran: 123).
Orang-orang Yahudi Madinah
tidak senang dengan kemenangan kaum muslimin. Mereka memang tidak pernah
sepenuh hati menerima perjanjian yang dibuat antara mereka dan Nabi Muhammad
SAW dalam Piagam Madinah.
Sementara itu, dalam
menangani persoalan tawanan perang, Nabi Muhammad SAW memutuskan untuk
membebaskan para tawanan dengan tebusan sesuai kemampuan masing-masing. Tawanan
yang pandai membaca dan menulis dibebaskan bila bersedia mengajari orang-orang
Islam yang masih buta aksara. Namun tawanan yang tidak memiliki kekayaan dan
kepandaian apa-apa pun tetap dibebaskan juga.
Tidak lama setelah perang
Badar, Nabi Muhammad SAW mengadakan perjanjian dengan suku Badui yang kuat.
Mereka ingin menjalin hubungan dengan Nabi SAW karenan melihat kekuatan Nabi
SAW. Tetapi ternyata suku-suku itu hanya memuja kekuatan semata.
Sesudah perang Badar, Nabi
SAW juga menyerang Bani Qainuqa, suku Yahudi Madinah yang berkomplot dengan
orang-orang Mekah. Nabi SAW lalu mengusir kaum Yahudi itu ke Suriah.
Bagi
kaum Quraisy Mekah, kekalahan mereka dalam perang Badar merupakan pukulan
berat. Mereka bersumpah akan membalas dendam. Pada tahun 3 H, mereka berangkat
menuju Madinah membawa tidak kurang dari 3000 pasukan berkendaraan unta, 200
pasukan berkuda di bawah pimpinan Khalid ibn Walid, 700 orang di antara mereka
memakai baju besi.
Nabi Muhammad menyongsong
kedatangan mereka dengan pasukan sekitar 1000 (seribu) orang. Namun, baru saja
melewati batas kota, Abdullah ibn Ubay, seorang munafik dengan 300 orang Yahudi
membelot dan kembali ke Madinah. Mereka melanggar perjanjian dan disiplin
perang.
Meskipun demikian, dengan
700 pasukan yang tertinggal Nabi melanjutkan perjalanan. Beberapa kilometer
dari kota Madinah, tepatnya di bukit Uhud, kedua pasukan bertemu. Perang
dahsyat pun berkobar. Pertama-tama, prajurit-prajurit Islam dapat memukul
mundur tentaramusuh yang lebih besar itu. Pasukan berkuda yang dipimpin oleh
Khalid ibn Walid gagal menembus benteng pasukan pemanah Islam. Dengan disiplin yang
tinggi dan strategi perang yang jitu, pasukan yang lebih kecil itu ternyata
mampu mengalahkan pasukan yang lebihbesar.
Kemenangan yang sudah
diambang pintu ini tiba-tiba gagal karena godaan harta peninggalan musuh.
Prajurit Islam mulai memungut harta rampasan perang tanpa menghiraukan gerakan
musuh, termasuk didalamnya anggota pasukan pemanah yang telah diperingatkan
Nabi agar tidak meninggalkan posnya.
Kelengahan kaum muslimin
ini dimanfaatkan dengan baik oleh musuh. Khalid bin Walid berhasil melumpuhkan
pasukan pemanah Islam, dan pasukan Quraisy yang tadinya sudah kabur berbalik
menyerang. Pasukan Islam menjadi porak poranda dan tak mampu menangkis serangan
tersebut. Satu persatu pahlawan Islam gugur, bahkan Nabi sendiri terkena
serangan musuh. Perang ini berakhir dengan70 orang pejuang Islam syahid di
medan laga.
Pengkhianatan Abdullah ibn
Ubay dan pasukan Yahudi diganjar dengan tindakan tegas. Bani Nadir, satu dari
dua suku Yahudi di Madinah yang berkomplot dengan Abdullah ibn Ubay, diusir ke
luar kota. Kebanyakan mereka mengungsi ke Khaibar. Sedangkan suku Yahudi
lainnya, yaitu Bani Quraizah, Masih tetap di Madinah.
Perang Khandaq
Perang yang terjadi pada
tahun 5 H ini merupakan perang antara kaum muslimin Madinah melawan masyarakat
Yahudi Madinah yang mengungsi ke Khaibar yang bersekutu dengan masyarakat
Mekah. Karena itu perang ini juga disebut sebagai Perang Ahzab (sekutu beberapa
suku).
Pasukan gabungan ini terdiri dari 10.000
orang tentara. Salman al-Farisi, sahabat Rasulullah SAW, mengusulkan agar kaum
muslimin membuat parit pertahanan di bagian-bagian kota yang terbuka. Karena
itulah perang ini disebut sebagai Perang Khandaq yang berarti parit.
Tentara sekutu yang tertahan
oleh parit tersebut mengepung Madinah dengan mendirikan perkemahan di luar
parit hampir sebulan lamanya. Pengepungan ini cukup membuat masyarakat Madinah
menderita karena hubungan mereka dengan dunia luar menjadi terputus. Suasana
kritis itu diperparah pula oleh pengkhianatan orang-orang Yahudi Madinah, yaitu
Bani Quraizah, dibawah pimpinan Ka'ab bin Asad.
Namun akhirnya pertolongan Allah
SWT menyelamatkan kaum muslimin. Setelah sebulan mengadakan pengepungan,
persediaan makanan pihak sekutu berkurang. Sementara itu pada malam hari angin
dan badai turun dengan amat kencang, menghantam dan menerbangkan kemah-kemah
dan seluruh perlengkapan tentara sekutu. Sehingga mereka terpaksa menghentikan
pengepungan dan kembali ke negeri masing-masing tanpa suatu hasil.
Para pengkhianat Yahudi dari
Bani Quraizah dijatuhi hukuman mati.
Hal ini dinyatakan dalam Al-Qur'an surat Al-Ahzâb: 25-26.
Artinya: “Dan Allah menghalau orang-orang yang kafir itu yang Keadaan mereka
penuh kejengkelan, (lagi) mereka tidak memperoleh Keuntungan apapun. dan Allah
menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan. Dan adalah Allah Maha kuat
lagi Maha Perkasa. Dan Dia menurunkan orang-orang ahli kitab (Bani Quraizhah)
yang membantu golongan-golongan yang bersekutu dari benteng-benteng mereka, dan
Dia memesukkan rasa takut ke dalam hati mereka. sebahagian mereka kamu bunuh
dan sebahagian yang lain kamu tawan.” (Q.S. Al-Ahzâb: 25-26)
Pada tahun 6 H, ketika ibadah haji sudah
disyariatkan, hasrat kaum muslimin untuk mengunjungi Mekah sangat bergelora.
Nabi SAW memimpin langsung sekitar 1.400 orang kaum muslimin berangkat umrah
pada bulan suci Ramadhan, bulan yang dilarang adanya perang. Untuk itu mereka
mengenakan pakaian ihram dan membawa senjata ala kadarnya untuk menjaga diri,
bukan untuk berperang.
Sebelum tiba di Mekah, mereka berkemah di
Hudaibiyah yang terletak beberapa kilometer dari Mekah. Orang-orang kafir
Quraisy melarang kaum muslimin masuk ke Mekah dengan menempatkan sejumlah besar
tentara untuk berjaga-jaga.
Akhirnya diadakanlah Perjanjian Hudaibiyah antara
Madinah dan Mekah, yang isinya antara lain:
1. Selama sepuluh tahun diberlakukan gencatan senjata antara kaum Quraisy
penduduk Mekah dan umat Islam penuduk Madinah
2. Orang Islam dari kaum Quraisy yang datang kepada umat Islam, tanpa seizin
walinya hendaklah ditolak oleh umat Islam
3. Kaum Quraisy, tidak akan menolak orang-orang Islam yang kembali dan
bergabung degan mereka
4. Tiap kabilah yang ingin masuk dalam persekutuan dengan kaum Quraisy, atau
dengan kaum Muslimin dibolehkan dan tidak akan mendapat rintangan
5. Kaum Muslimin tidak jadi mengerjakan umrah saat itu, mereka harus kembali
ke Madinah, dan boleh mengerjakan umrah di tahun berikutnya, dengan
persyaratan:
- Kaum Muslimin memasuki kota
Mekah setelah penduduknya untuk sementara keluar dari kota Mekah
- Kaum Muslimin memasuki kota
Mekah, tidak boleh membawa senjata
- Kaum Muslimin tidak boleh
berada di dalm kota Mekah lebih dari tiga hari-tiga malam.
Tujuan Nabi SAW membuat
perjanjian tersebut sebenarnya adalah berusaha merebut dan menguasai Mekah,
untuk kemudian dari sana menyiarkan Islam ke daerah-daerah lain.
Ada 2 faktor utama yang
mendorong kebijaksanaan ini :
1. Mekah adalah pusat keagamaan
bangsa Arab, sehingga dengan melalui konsolidasi bangsa Arab dalam Islam, diharapkan
Islam dapat tersebar ke luar.
2. Apabila suku Quraisy dapat
diislamkan, maka Islam akan memperoleh dukungan yang besar, karena orang-orang
Quraisy mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang besar di kalangan bangsa Arab.
Kaum kafir Quraisy mengetahui,
bahwa perjanjian Hudaibiyah itu sangat menguntungkan kaum Muslimin. Umat Islam
semakin kuat, karena hampir seluruh semenanjung Arab, termasuk suku-suku bagsa
Arab yang paling selatan telah menggabungkan diri kepada Islam. Sejumlah orang
dari Bani Khuza’ah yang berada di bawah perlindungan Islam. Sejumlah orang dari
Bani Khuza’ah mereka bunuh dan selebihnya mereka cerai-beraikan. Bani Khuza’ah
segera mengadu kepada Rasulullah SAW dan mohon keadilan.
Mendapat pengaduan seperti
itu kemudian Rasulullah SAW dengan 10.000 bala tentaranya berangkat menuju kota
Mekah untuk membebaskan kota Mekah dari para penguasa kafir yang zalim, yang
telah melakukan pembunuhan secara kejam terhadap umat Islam dari Bani Khuza’ah.
Rasulullah SAW sebenarnya
tidak menginginkan terjadinya peperanagn, yang sudah tentu akan menelan banyak
korban jiwa. Untuk itu, Rasulullah SAW dan bala tentaranya berkemah di
pinggiran kota Mekah dengan maksud agar kaum kafir Quraisy melihat sendiri,
kekuatan besar dari bala entara kaum Muslimin.
Taktik Rasulullah SAW
seperi itu ternyata berhasil, sehingga dua orang pemimpin Quraisy yaitu Abbas
(paman Rasulullah SAW) dan Abu Sufyan (seorang bangsawan Quraisy yang lahir
tahun 567 M dan wafat tahun 652 M) datang menemui Rasulullah SAW dan menyatakan
diri masuk Islam.
Dengan masuk Islamnya
kedua orang pemimpin kaum kafir Quraisy itu, dan bala tentaranya dapat memasuki
kota Mekah dengan aman dan memebebaskan kota itu dari para penguasa kaum kafir
Quraisy yang zalim. Pembebasan kota Mekah ini terjadi pada tahun 8 H secara
damai tanpa adanya pertumpahan darah.
Bahkan setelah itu kaum
Quraisy berbondong-bondong menyatakan diri masuk Islam, menerima ajakan
Rasulullah dengan kerelaan hati. Kemudian bersama-sama bala tentara Islam mereka
membersihkan Ka’bah dari berhala-berhala dan menghancurkan berhala-berhala itu.
Kaum Muslimin masih
menghadapai kaum musyrikin, yang semula bersekutu dengan kaum kafir Quraisy
yang telah masuk Islam itu, yaitu: Bani Saqif, Bani Hawazin, Bani Nasr, dan
Bani Jusyam. Kaum musyrikin tersebut bersatu di bawah pimpinan Malik bin Auf
(Bani Nasr) berangkat menuju Mekah untuk menyerang kaum Muslimin, yang telah
menghancurkan behala-berhla yang mereka sembah.
Perang Hunain
Mendengar berita bahwa kaum
musyrikin itu akan menyerang umat Islam, Nabi mengerahkan kira-kira 12.000
tentara menuju Hunain untuk menghadapi mereka. Pasukan ini dipimpin langsung
oleh beliau sehingga umat Islam memenangkan pertempuran dalam waktu yang tidak
terlalu lama. Dengan ditaklukkannya Bani Tsaqif dan Bani Hawazin, seluruh
Jazirah Arab berada di bawah kepemimpinan Nabi. Rasulullah dan umat Islam
memperoleh kemenangan yang gilang-gemilang.
Artinya: “Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu Lihat
manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong. Maka bertasbihlah dengan
memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha
Penerima taubat.” (Q.S. An-Nasr, 110: 1-3)
3. Dakwah Islamiah Keluar Jazirah Arabiah
Rasulullah SAW menyeru umat manusia di luar Jazirah Arab agar memeluk agama
Islam, dengan jalan mengirim utusan untuk menyampaikan surat dakwah Rasulullah
SAW kepada para penguasa atau para pembesar mereka.
Para penguasa atau para pembesar negar yang dikirimi surat dakwah Rasulullah
SAW itu seperti:
a. Heraclius, Kaisar Romawi Timur
Yang menerima surat dakwah Rasulullah, melalui utusannya Dihijah bin Khalifah.
Heraclius tidak menerima seruan dakwah Rasulullah itu, karena tidak mendapat
persetujuan dari para pembesar negara dan para pendeta. Namun surat dakwah itu
dibalasnya dengan tutur kata sopan, di samping mengirimkan hadiah untuk
Rasulullah SAW.
b. Muqauqis, Gubernur Romawi di Mesir
Rasulullah SAW mengirim surat dakwah kepada Muqauqis melalui utusannya yang
bernama Hatib. Setelah surat itu dibaca Muqauqis belum bisa menerima seruan
untuk masuk Islam, namun dia menyampaikan surat balasan kepada Rasulullah SAW
dan mengirim hadiah-hadiah berupa seorang budak wanita, kuda, keledai, dan
pakaian-pakaian.
c. Syahinsyah, Kaisar Persia
Syahinsyah adalah penguasa yang lalim dan sombong. Karena kesombongannya surat
dakwah Rasulullah SAW itu dirobek-robeknya. Mengetahui surat dakwah itu
dirobek-robek, Rasulullah SAW menjelaskan bahwa Syahinsyah yang sombong itu
akan dibunuh oleh anaknya sendiri pada malam Selasa tanggal 10 Jumadil Awal
tahun ke-7 hijriah. Apa yang diucapkan Rasulullah SAW ternyata sesuai dengan
kenyataan. Syahinsyah dibunuh oleh anaknya sendiri Asy-Syirwaih karena
kelalimannya.
Kemudian surat dakwah Rasulullah SAW dikirimkan pula kepada An-Najasyi (Raja
Ethiophi), Al-Munzir bin Sawi (Raja Bahrain), Hudzah bin Ali (Raja Yamamah),
dan Al-Haris (Gubernur Romawi di Syam). Di antara. Penguasa-penguasa tersebut
yang menerima seruan dakwah Rasulullah SAW, hanyalah Al-Munzir bin Sawi
penguasa Bahrain yang menyatakan masuk Islam dan mengajak para pembesar negara
dan rakyatnya agar masuk Islam.
A. STRATEGI DAKWAH RASULULLAH SAW PERIODE MADINAH
Pokok-pokok pikiran yang
dijadikan strategi dakwah Rasulullah SAW periode Madinah adalah:
1. Berdakwah dimulai dari diri sendiri, maksudnya sebelum mengajak orang lain
meyakini kebenaran Islam dan mengamalkan ajarannya, maka terlebih dahulu orang
yang berdakwah itu harus meyakini kebenaran Islam dan mengamalkan
ajarannya.
2. Cara (metode) melaksanakan dakwah sesuai dengan petunjuk Allah SWT dalam
Surah An-Nahl, 16: 12
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan
Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara
yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk.” (Q.S. An-Nahl, 16: 125)
3. Berdakwah itu hukumnya wajib bagi Rasulullah SAW dan umatnya sesuai dengan
petunjuk Allah SWT dalam Surah Ali Imran, 3: 104
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah
orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Ali Imran, 3: 104)
4. Berdakwah dilandasi dengan niat ikhlas karena Allah SWT semata, bukan
dengan untuk memperoleh popularitas dan keuntungan yang bersifat materi.
Umat Islam dalam melaksanakan
tugas dakwahnya, selain harus menerapkan pokok-pokok pikiran yang dijadikan
sebagai strategi dakwah Rasulullah SAW, juga hendaknya meneladani strategi
Rasulullah SAW dalam membentuk masyarakat Islam tau masyarakat madani di
Madinah.
Masyarakat Islam atau masyarakat
madani adalah masyarakat yang menerapkan ajaran Islam pada seluruh aspek
kehidupan, sehingga terwujud kehidupan bermasyarakat yang baldatun tayyibatun wa rabbun gafur, yakni masyarakat yang baik,
aman, tenteram, damai, adil, dan makmur di bawah naungan rida Allah SWT dan
ampunan-Nya.
Usaha-usaha Rasulullah SAW dalam
mewujudkan masyarakat Islam seperti tersebut adalah:
a. Membangun Masjid
Masjid yang pertama kali dibangun
oleh Rasulullah SAW di Madinah ialah Masjid Quba, yang berjarak ± 5 km, sebelah
barata daya Madinah. Masjid Quba dibangun pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun
pertama hijrah (20 September 622 M).
Setelah Rasulullah SAW menetap di
Madinah, pada setiap hari Sabtu, beliau mengunjungi Masjid Quba untuk salat
berjamaah dan menyampaikan dakwah Islam.
Masjid kedua yang dibangun oleh
Rasulullah SAW dan para sahabatnya adalah Masjid Nabawi di Madinah. Masjid ini
dibangun secara gotong-royong oleh kaum Muhajirin dan Ansar, yang peletakan
batu pertamanya dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan peletakan batu kedua,
ketiga, keempat dan kelima dilaksanakan oleh para sahabat terkemuka yakni: Abu
Bakar r.a., Umar bin Khatab r.a., Utsman bin Affan r.a. dan Ali bin Abu Thalib
k.w.
Mengenai fungsi atau peranan
masjid pada masa Rasulullah SAW adalah sebagai berikut:
1. Masjid sebagai sarana pembinaan
umat Islam di bidang akidah, ibadah, dan akhlak
2. Masjid merupakan saran ibadah,
khususnya salat lima waktu, salat Jumat, salat Tarawih, salat Idul Fitri, dan
Idul Adha.
3. Masjid merupakan tempat belajar
dan mengajar tentang agama Islam yang bersumber kepada Al-Qur;an dan Hadis
4. Masjid sebagai tempat pertemuan
untuk menjalin hubungan persaudaraan sesama Muslim (ukhuwah Islamiah) demi
terwujudnya persatuan
5. Menjadikan masjid sebagai sarana
kegiatan sosial. Misalnya sebagai tempat penampungan zakat, infak, dan sedekah
dan menyalurkannya kepada yang berhak menerimanya, terutama para fakir miskin
dan anak-anak yatim terlantar.
6. Menjadikan halaman masjid dengan
memasang tenda, sebagai tmpat pengobatan para penderita sakit, terutama para
pejuang Islam yang menderita luka akibat perang melawan orang-orang kafir.
Sejarah mencata adanya seorang perawat wanita terkenal pada masa Rasulullah SAW
yang bernama “Rafidah” Rasulullah SAW
menjadikan masjid sebagai tempat bermusyawarah dengan para sahabatnya.
Masalah-masalah yang dimusyawarahkan antara lain: usaha-usaha untuk memajukan
Islam, dan strategi peperangan melawan musuh-musuh Islam agar memperoleh kemenangan.
b. Mempersaudarakan Kaum Muhajirin dan Ansar
Muhajirin adalah para sahabat
Rasulullah SAW penduduk Mekah yang berhijrah ke Madinah. Ansar adalah para
sahabat Rasulullah SAW penduduk asli Madinah yang memberikan pertolongan kepada
kaum Muhajirin.
Rasulullah SAW bermusyawarah
dengan Abu Bakar r.a. dan Umar bin Khatab tentang mempersaudarakan antara
Muhajirin dan Ansar, sehingga terwujud persatuan yang tangguh. Hasil musyawarah
memutuskan agar setiap orang Muhajrin mencari dan mengangkat seorang dari
kalangan Ansar menjadi saudaranya senasab (seketurunan), dengan niat ikhlas
karena Allah SWT. Demikian juga sebaliknya orang Ansar.
Rasulullah SAW memberi contoh
dengan mengajak Ali bin Abu Thalib sebagai saudaranya. Apa yang dicontohkan
oleh Rasulullah SAW dicontoh oleh seluruh sahabat misalnya:
- Hamzah bin Abdul Muthalib,
paman Rasulullah SAW, pahlawan Islam yang pemberani bersaudara dengan Zaid
bin Haritsah, mantan hamba sahaya, yang kemudian dijadikan anak angkat
Rasulullah SAW
- Abu Bakar ash-Shiddiq,
bersaudara dengan Kharizah bin Zaid
- Umar bin Khattab bersaudara
denga Itban bin Malik al-Khazraji (Ansar)
- Abdurrahman bin Auf
bersaudara dengan Sa’ad bin Rabi (Ansar)
Demikianlah seterusnya
setiap orang Muhajirin dan orang Ansar, termasuk Muhajirin setelah hijrahnya
Rasulullah SAW, dipersaudarakan secara sepasang- sepasang, layaknya seperti
saudara senasab.
Persaudaraan secara
sepasang–sepasang seperti tersebut, ternyata membuahkan hasil sesama Muhajirin
dan Ansar terjalin hubungan persaudaraan yang lebih baik. Mereka saling
mencintai, saling menyayangi, hormay-menghormati, dan tolong-menolong dalam
kebaikan dan ketakwaan.
Kaum Ansar dengan ikhlas
memberikan pertolongan kepada kaum Muhajirin berupa tempat tinggal,
sandang-pangan, dan lain-lain yang diperlukan. Namun kaum Muhajirin tidak diam
berpangku tangan, mereka berusaha sekuat tenaga untuk mencari nafkah agar dapat
hidup mandiri. Misalnya, Abdurrahman bin Auf menjadi pedagang, Abu Bakar, Umar
bin Khattab dan Ali bin Abu Thalib menjadi petani kurma.
Kaum Muhajirin yang belum
mempunyai tempat tinggal dan mata pencaharian oleh Rasulullah SAW ditempatkan
di bagian Masjid Nabawi yang beratap yang disebut Suffa dan mereka dinamakan Ahlus
Suffa (penghuni Suffa). Kebutuhan-kebutuhan mereka dicukupi oleh kaum
Muhajirin dan kaum Ansar secara bergotong-royong. Kegiatan Ahlus Suffa itu anatara lain mempelajari dan menghafal Al-Qur’an
dan Hadis, kemudian diajarkannya kepada yang lain. Sedangkan apabila terjadi
perang anatara kaum Muslimin dengan kaum kafir, mereka ikut berperang.
c. Perjanjian
Bantu-Membantu antara Umat Islam dan Umat Non-Islam
Pada waktu Rasulullah SAW menetap
di Madinah, penduduknya terdiri dari tiga golongan, yaitu umat Islam, umat
Yahudi (Bani Qainuqa, Bani Nazir dan Bani Quraizah) dan orang-orang Arab yang
belum masuk Islam.
Piagam ini mengandungi 32 fasal yang menyentuh
segenap aspek kehidupan termasuk akidah, akhlak, kebajikan, undang-undang,
kemasyarakatan, ekonomi dan lain-lain. Di dalamnya juga terkandung aspek khusus
yang mesti dipatuhi oleh kaum Muslimin seperti tidak mensyirikkan Allah,
tolong-menolong sesama mukmin, bertaqwa dan lain-lain. Selain itu, bagi kaum
bukan Islam, mereka mestilah berkelakuan baik bagi melayakkan mereka dilindungi
oleh kerajaan Islam Madinah serta membayar cukai.
Piagam ini mestilah dipatuhi oleh semua penduduk
Madinah sama ada Islam atau bukan Islam. Strategi ini telah menjadikan Madinah
sebagai model Negara Islam yang adil, membangun serta digeruni oleh musuh-musuh
Islam.
Rasulullah SAW membuat perjanjian
dengan penduduk Madinah non-Islam dan tertuang dalam Piagam Madinah. Piagam
Madinah itu antara lain:
1) Setiap golongan dari ketiga golongan penduduk Madinah memiliki hak pribadi,
keagamaan dan politik. Sehubungan dengan itu setiap golongan penduduk Madinah
berhak menjatuhkan hukuman kepada orang yang membuat kerusakan dan memberi
keamanan kepada orang yang mematuhi peraturan
2) Setiap individu penduduk Madinah mendapat jaminan kebebasan beragama
3) Veluruh penduduk kota Madinah yang terdiri dari kaum Muslimin, kaum Yahudi
dan orang-orang Arab yang belum masuk Islam sesama mereka hendaknya saling
membantu dalam bidang moril dan materiil. Apabila Madinah diserang musuh, maka
seluruh penduduk Madinah harus bantu-membantu dalam mempertahankan kota Madinah
4) Rasulullah SAW adalah pemimpin seluruh penduduk Madinah. Segala perkara dan
perselisihan besar yang terjadi di Madinah harus diajukan kepada Rasulullah SAW
untuk diadili sebagaimana mestinya
d. Meletakkan Dasar-dasar Politik,
Ekonomi, dan Sosial yang Islami demi Terwujudnya
Masyarakat Madani
Islam tidak hanya mengajarkan
bidang akidah dan ibadah, tetapi mengajarkan juga bidang politik, ekonomi, dan
sosial, yang kesemuanya berumber pada Al-Qur’an dan Hadis.
Pada masa Rasulullah, penduduk
Madinah mayoritas sudah beragam Islam, sehingga masyarakat Islam sudah
terbentuk, maka adanya pemerintahan Islam merupakan keharusan. Rasulullah SAW
selain sebagai seorang nabi dan rasul, juga tampil sebagai seorang kepala negara
(khalifah).
Sebagai kepala negara, Rasulullah
SAW telah meletakkan dasar bagi setiap sistem politik Islam, yakni musyawarah.
Melalui musyawarah, umat Islam dapat mengangkat wakil-wakil rakyat dan kepala
pemerintahan, serta membuat peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh seluruh
rakyatnya. Dengan syarat, peraturan-peraturan itu tidak menyimpang dari
tuntutan Al-Qur’an dan Hadis.
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat
tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang
demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S. An-Nisa, : 59).Dalam
bidang ekonomi Rasulullah SAW telah meletakkan dasar bahwa sistem ekonomi Islam
itu harus dapat menjamin terwujudnya keadilan sosial.Dalam bidang sosial
kemasyarakatan, Rasulullah SAW telah meletakkan dasar antara lain adanya
persamaan derajat di anatar semua individu, semua golongan, dan semua bangsa.
Sesuatau yang memebdakan derajat manusia ialah amal salehnya atau hidupnya yang
bermanfaat. firman Allah SWT: Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal. “(Q.S. Al-Hujurat, 49: 13)
B. HAJI WADA’ DAN WAFATNYA RASULULLAH SAW
Dalam kesempatan menunaikan ibadah haji yang
terakhir, haji wada’, tahun 10 H (631 M), Nabi saw menyampaikan khotbahnya yang
sangat bersejarah. Isi khotbah itu antara lain: larangan menumpahkan darah
kecuali dengan haq dan larangan mengambil harta orang lain dengan batil, karena
nyawa dan harta benda adalah suci; larangan riba dan larangan menganiaya;
perintah untuk memperlakukan para istri dengan baik dan lemah lembut dan
perintah menjauhi dosa; semua pertengkaran antara mereka di zaman Jahiliyah
harus saling dimaafkan; balas dendam dengan tebusan darah sebagaimana berlaku
di zaman Jahiliyah tidak lagi dibenarkan; persaudaraan dan persamaan di antara
manusia harus ditegakkan; hamba sahaya harus diperlakukan dengan baik, mereka
makan seperti apa yang dimakan tuannya dan memakai seperti apa yang dipakai
tuannya; dan yang terpenting adalah bahwa umat Islam harus selalu berpegang
kepada dua sumber yang tak pernah usang, Al-Qur’an dan sunnah Nabi.
Isi khotbah ini merupakan prinsip-prinsip yang
mendasari gerakan Islam. Selanjutnya, prinsip-prinsip itu bila disimpulkan
adalah kemanusiaan, persamaan, keadilan sosial, keadilan ekonomi ,kebajikan dan
solidaritas.
Wafatnya Rasulullah saw.
Setelah itu, Nabi saw segera kembali ke Madinah.
Beliau mengatur organisasi masyarakat kabilah yang telah memeluk agama Islam.
Petugas keagamaan dan para dai dikirim ke berbagai daerah dan kabilah untuk
mengajarkan ajaran-ajaran Islam, mengatur peradilan, dan memungut zakat.
Dua bulan setelah itu, Nabi saw menderita sakit
demam. Tenaganya dengan cepat berkurang. Pada hari senin, tanggal 12 Rabi’ul
Awal 11 H / 8 Juni 632 M, Rasulullah SAW wafat di rumah istrinya Aisyah ra.
Dari perjalanan sejarah Nabi ini, dapat disimpulkan
bahwa Nabi Muhammad SAW, di samping sebagai pemimpin agama, juga seorang
negarawan, pemimpin politik dan administrasi yang cakap. Hanya dalam waktu
sebelas tahun menjadi pemimpin politik, beliau berhasil menundukkan seluruh
jazirah Arab ke dalam kekuasaannya.
0 komentar:
Posting Komentar